Rabu, 16 November 2016

faktor lingkungan merokok

Faktor Lingkungan


Bandura dalam teori social learning berasumsi bahwa perilaku dan sistem nilai seorang remaja terbentuk oleh sekumpulan interaksi yang kompleks antara hubungan-hubungan sosial interpersonal. Perilaku bermasalah pada remaja, termasuk merokok, merupakan hasil interaksi antara variabel interpersonal seperti kepribadian, sikap, dan perilaku, dengan sistem lingkungan, termasuk lingkungan keluarga dan teman sebaya (Jessor & Jessor dalam Richardson dkk, 2002).
Faktor lingkungan keluarga meliputi struktur keluarga, riwayat, pola hubungan orang tua-anak, pola asuh, dan perilaku merokok orang tua. Struktur keluarga memainkan peran yang cukup signifikan dalam hal ini, misalnya dalam sebuah penelitian terungkap bahwa perceraian orang tua meningkatkan resiko perilaku ini (Gil dkk dalam Gullota & Adams, 2005). Di samping struktur keluarga, riwayat keluarga juga memainkan peran yang tidak kalah pentingnya. Keluarga dengan riwayat perilaku kejam, penyia-nyiaan, dan pengabaian berkontribusi terhadap pemakaian dan penyalahgunaan zat pada remaja, termasuk perilaku merokok. Pola interaksi dan hubungan dalam sebuah keluarga merupakan faktor yang juga berkontribusi terhadap perilaku merokok, misalnya dalam keluarga dengan tingkat peraturan dan pengawasan yang lebih ketat akan menurunkan tingkat perilaku merokok secara signifikan (Guo dkk dalam Gullota & Adams, 2005). Pola asuh adalah faktor lain yang mempengaruhi perilaku merokok. Secara lebih spesifik dapat dijelaskan bahwa perilaku merokok berhubungan dengan pola asuh permisif dan rendahnya tingkat kelekatan. Selain itu, penelitian-penelitian terdahulu menghasilkan temuan bahwa perilaku merokok orang tua mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku merokok remaja. Conrad, Flay, dan Hill (dalam Richardson dkk, 2002) menemukan bahwa 7 dari 13 penelitian yang direview, perilaku merokok orang tua secara signifikan menjadi prediktor munculnya perilaku merokok pada usia remaja.
Perilaku merokok juga dapat disebabkan oleh pengaruh kelompok sebaya (peer group). Kelompok sebaya seringkali menjadi faktor utama dalam masalah penggunaan zat oleh remaja (Richardson dkk, 2002). Selama masa remaja, seorang individu mulai menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman sebayanya daripada dengan orang tua. Hal ini berarti bahwa teman sebaya mempunyai peran yang sangat berarti bagi remaja, karena masa tersebut remaja mulai memisahkan diri dari orang tua dan mulai bergabung pada kelompok sebaya. Kebutuhan untuk diterima sering kali membuat remaja berbuat apa saja agar dapat diterima kelompoknya dan terbebas dari sebutan “pengecut” dan “banci” (Komalasari & Helmi, 2000). Memiliki teman-teman yang merokok memprediksi kebiasaan merokok pada seorang individu (Davison dkk, 2006). Sikap teman sebaya terhadap penggunaan berbagai zat termasuk nikotin dapat mempengaruhi individu untuk menggunakan zat tersebut. Dalam sebuah penelitian longitudinal ditemukan bahwa para pemuda New York yang pernah berhubungan dengan teman sebaya yang merokok atau memakai mariyuana lebih mungkin untuk memakai mariyuana dalam rentang kehidupan mereka (Brook dkk dalam Gullota & Adams, 2005). Harlianti (dalam Komalasari & Helmi, 2000) menemukan bahwa lingkungan sebaya memberikan sumbangan efektif sebesar 33,048%. Dalam penelitian lain terungkap bahwa identifikasi kelompok sebaya di kelas 7 memprediksi kebiasaan merokok di kelas 8. Meskipun pengaruh teman-teman sebaya adalah penting dalam pengambilan keputusan yang dilakukan para remaja untuk menggunakan suatu zat, namun mereka yang memiliki rasa efektivitas diri yang tinggi menjadi kurang terpengaruh oleh teman-teman sebaya mereka. Para remaja yang memiliki kualitas tersebut setuju dengan pernyataan seperti “Saya dapat membayangkan diri saya menolak memakai tembakau bersama pelajar seusia saya dan mereka tetap menyukai saya (Stacy dkk dalam Davison dkk, 2006).
Di samping karena pengaruh teman sebaya dan lingkungan keluarga, perilaku merokok juga dapat muncul sebagai akibat dari iklan di media massa. Iklan rokok di berbagai tempat dan media massa yang saat ini makin merajalela sangat menarik bagi para remaja (Widiyarso, 2008). Menurut López dkk (2004), beberapa penelitian telah menghasilkan temuan adanya hubungan yang cukup signifikan antara keterpaparan terhadap iklan rokok dengan perilaku merokok pada remaja. Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut (Mu’tadin, 2002). Iklan rokok Joe Camel telah dituduh bertanggung jawab menyebabkan 3,5 juta anak-anak di Amerika untuk merokok antara tahun 1988-1998 (Pierce dkk dalam López dkk, 2004). Iklan rokok terbukti dapat menghambat usaha orang tua melarang anak-anak mereka untuk tidak merokok dan mempengaruhi perilaku anak-anak muda untuk tetap merokok meski orang tua mereka melarangnya (Mu’tadin, 2002).



http://rizalnursetyo.blogspot.co.id/2012/06/v-behaviorurldefaultvmlo_9865.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar